Foto Ilustrasi: Reuters

Berita Internasional, PIFA - Kabar mengejutkan datang dari Negeri Tirai Bambu. Media sosial yang digunakan untuk berjejaring berhasil mempertemukan dua insan setelah sekian lama berpisah.

Dikabarkan, seperti dilansir dari CNN, seorang pria Li Jingwei di China akhirnya dapat melihat lagi sosok ibunda dan keluarganya setelah menjadi korban penculikan dan perdagangan anak saat ia berusia empat tahun pada 33 lalu. 

Li Jingwei diculik oleh seorang pria yang berasal dari desanya sendiri di barat daya provinsi Yunnan pada 1988 lalu. Sejak diculik, Li Jingwei tinggal bersama keluarga lainnya di provinsi Henan tengah.

Ia tak bisa mengingat nama lahir, nama orang tua, dan nama desa asalnya. Alhasil, dia pun kesusahan dan tak bisa kembali ke desa asalnya.

Namun, seperti diberitakan, Li selalu ingat seperti apa desa tempat dia dilahirkan, mulai dari bentuk pepohonannya, sapi yang kerap merumput, jalanan berbelok hingga sungai yang mengalir di desanya. Li bahkan ingat sawah dan kolam yang ada di dekat rumahnya.

Sat merindukan rumahnya Li selalu menggambar semua ingatannya di sebuah kertas.  Kemudian setelah beranjak dewasa, Li tetap tak bisa melupakan desa dan keluarga aslinya.

Untuk itu, ia pun berusaha mencari keluarganya dengan cara menggambar peta desa sesuai dengan gambaran yang diingatnya dan mengunggahnya ke media sosial.

"Bertahun-tahun telah berlalu, saya tidak tahu apakah ada anggota keluarga yang mencari saya. Saya ingin melihat orang tua kandung saya selagi mereka masih di sini," kata Li mengutip CNN Indonesia, Rabu (5/1/2022).

Foto yang dibagikan Li menarik perhatian Kementerian Keamanan Publik yang terlibat dalam penyelidikan berbagai kasus penculikan di masa lalu. Tak berselang lama, pihak berwenang berhasil menemukan ibu kandung Li di kota Zhaotong, Yunnan.

Kemudian, Li dan sang ibu melakukan tes DNA untuk membandingkan dan mengonfirmasi hubungan ibu-anak itu pada 28 Desember lalu. Setelah pencocokan DNA, Li melakukan panggilan video dengan ibunya dan langsung mengenalinya.

"Ibuku dan aku memiliki bibir yang sama, bahkan gigiku," tambahnya.

Pada pagi 1 Januari 2022, mereka dipertemukan kembali di sebuah kantor polisi di Henan.

Video reuni Li dan sang ibu dibagikan secara luas oleh media pemerintah dan media sosial. Dalam video tersebut tampak Li terjatuh ke kaki ibunya dan menangis, dikelilingi oleh anggota keluarga kandungnya yang lain.

"Saya akhirnya menemukan bayi saya," kata ibu Li.

Usai dipertemukan, Li berencana menghabiskan Tahun Baru Imlek di bulan Februari bersama ibunya dan kembali ke Yunnan untuk mengunjungi makam ayah kandungnya.

Seperti diberitakan, banyak keluarga di China, terutama yang berada di daerah perdesaan, secara tradisional memandang anak laki-laki lebih mampu memberikan dan melanjutkan garis keluarga. Sehingga hal ini mendorong penjualan bayi laki-laki di daerah tersebut, inu juga mendorong banyak keluarga rela menukarkan bayi perempuan mereka untuk diadopsi.

Menariknya, dalam beberapa tahun terakhir, teknologi, media sosial, dan departemen kepolisian yang didedikasikan untuk masalah ini membantu sejumlah korban penculikan untuk bersatu kembali dengan keluarga kandung mereka. Inilah kekuatan dampak teknologi. (yd)

Berita Internasional, PIFA - Kabar mengejutkan datang dari Negeri Tirai Bambu. Media sosial yang digunakan untuk berjejaring berhasil mempertemukan dua insan setelah sekian lama berpisah.

Dikabarkan, seperti dilansir dari CNN, seorang pria Li Jingwei di China akhirnya dapat melihat lagi sosok ibunda dan keluarganya setelah menjadi korban penculikan dan perdagangan anak saat ia berusia empat tahun pada 33 lalu. 

Li Jingwei diculik oleh seorang pria yang berasal dari desanya sendiri di barat daya provinsi Yunnan pada 1988 lalu. Sejak diculik, Li Jingwei tinggal bersama keluarga lainnya di provinsi Henan tengah.

Ia tak bisa mengingat nama lahir, nama orang tua, dan nama desa asalnya. Alhasil, dia pun kesusahan dan tak bisa kembali ke desa asalnya.

Namun, seperti diberitakan, Li selalu ingat seperti apa desa tempat dia dilahirkan, mulai dari bentuk pepohonannya, sapi yang kerap merumput, jalanan berbelok hingga sungai yang mengalir di desanya. Li bahkan ingat sawah dan kolam yang ada di dekat rumahnya.

Sat merindukan rumahnya Li selalu menggambar semua ingatannya di sebuah kertas.  Kemudian setelah beranjak dewasa, Li tetap tak bisa melupakan desa dan keluarga aslinya.

Untuk itu, ia pun berusaha mencari keluarganya dengan cara menggambar peta desa sesuai dengan gambaran yang diingatnya dan mengunggahnya ke media sosial.

"Bertahun-tahun telah berlalu, saya tidak tahu apakah ada anggota keluarga yang mencari saya. Saya ingin melihat orang tua kandung saya selagi mereka masih di sini," kata Li mengutip CNN Indonesia, Rabu (5/1/2022).

Foto yang dibagikan Li menarik perhatian Kementerian Keamanan Publik yang terlibat dalam penyelidikan berbagai kasus penculikan di masa lalu. Tak berselang lama, pihak berwenang berhasil menemukan ibu kandung Li di kota Zhaotong, Yunnan.

Kemudian, Li dan sang ibu melakukan tes DNA untuk membandingkan dan mengonfirmasi hubungan ibu-anak itu pada 28 Desember lalu. Setelah pencocokan DNA, Li melakukan panggilan video dengan ibunya dan langsung mengenalinya.

"Ibuku dan aku memiliki bibir yang sama, bahkan gigiku," tambahnya.

Pada pagi 1 Januari 2022, mereka dipertemukan kembali di sebuah kantor polisi di Henan.

Video reuni Li dan sang ibu dibagikan secara luas oleh media pemerintah dan media sosial. Dalam video tersebut tampak Li terjatuh ke kaki ibunya dan menangis, dikelilingi oleh anggota keluarga kandungnya yang lain.

"Saya akhirnya menemukan bayi saya," kata ibu Li.

Usai dipertemukan, Li berencana menghabiskan Tahun Baru Imlek di bulan Februari bersama ibunya dan kembali ke Yunnan untuk mengunjungi makam ayah kandungnya.

Seperti diberitakan, banyak keluarga di China, terutama yang berada di daerah perdesaan, secara tradisional memandang anak laki-laki lebih mampu memberikan dan melanjutkan garis keluarga. Sehingga hal ini mendorong penjualan bayi laki-laki di daerah tersebut, inu juga mendorong banyak keluarga rela menukarkan bayi perempuan mereka untuk diadopsi.

Menariknya, dalam beberapa tahun terakhir, teknologi, media sosial, dan departemen kepolisian yang didedikasikan untuk masalah ini membantu sejumlah korban penculikan untuk bersatu kembali dengan keluarga kandung mereka. Inilah kekuatan dampak teknologi. (yd)

0

0

You can share on :

0 Komentar