Viral Jurnalis Perempuan Jadi Korban Pelecehan di KRL, Lapor Polisi Tapi Tak Ditanggapi
PIFA, Lifestyle - Kasus pelecehan seksual terhadap perempuan di KRL Commuterline kembali terjadi. Kali ini dialami oleh jurnalis magang di KRL Commuter Line relasi Jakarta-Bogor usai pulang bekerja pada Selasa (16/7/2024). Korban yang kala itu berada di dalam gerbong kereta, direkam oleh pria berusia 52 tahun.
Kejadian yang tak menyenangkan itu diceritakan oleh korban di media sosial X dengan akun @anotherssm. Ia cerita bahwa peristiwa pelecehan itu diketahui usai seorang petugas KAI melapor kepada dirinya. Hal tersebut membuat korban kaget dan langsung menghampiri pria paruh baya itu untuk menanyakan maksud perekaman.
"Seorang petugas KAI yang sudah selesai bertugas dan memakai jaket bangkit dan berdiri sambil bilang ke saya, 'Mbak, itu divideoin Mbak sama bapak ini', sambil menunjuk ke seorang pria separuh baya. Saya kaget dan bingung. Ternyata di seberang saya ada seorang bapak, belakangan saya tahu umurnya 52 tahun, yang sedang memegang HP," ujar korban dalam keterangannya, dikutip Jumat (19/7/2024).
Setelah dilakukan pengecekan ponsel, ternyata pelaku tak hanya merekam sekali, melainkan terdapat tujuh video korban dengan rentang durasi 3-7 menit. Selanjutnya pria tua itu diamankan ke pos sekuriti Stasiun Jakarta Kota.
“Ternyata tidak hanya saya saja yang menjadi korban, tetapi banyak juga video korban lainnya. Lebih menjijikan lagi, di memori HP tersebut terdapat 300 lebih video porno," katanya.
Lewat bukti-bukti tersebut, kemudian korban melaporkan kejadian ini ke pihak kepolisian. Mulanya korban mendatangi Polsek Taman Sari, tetapi kasus ini tidak dapat diproses dengan alasan peristiwa terjadi di Stasiun Manggarai. Lantas QHS beranjak ke Polsek Menteng, tetapi laporannya tak bisa ditangani karena alasan yang sama. Korban kemudian melapor ke Polsek Tebet. Di sana korban dimintai keterangan seorang diri tanpa didampingi keluarga.
"Sebagai seorang korban yang masih dalam rasa trauma dan ketakutan, harus berhadapan dengan birokrasi pelaporan yang belibet. Di Polsek Tebet inilah saya berhadapan dengan oknum petugas yang menanggapi laporan yang justru ada kesan ditolak dengan berbagai alasan," katanya.
Bukannya membantu memproses laporan, anggota Polsek Tebet malah menyampaikan kata-kata yang tidak simpatik seperti: "Mbaknya divideoin karena cantik lagi", "Mungkin bapaknya fetish, terinspirasi dari video jepang", "Bapaknya ngefans sama Mbaknya, Mbak idol".
"Di akhir pembicaraan, si petugas itu berkata 'tidak ada yang bisa kami lakukan'. What? Bukti video begitu banyak tapi tidak bisa melakukan apa-apa," kata korban.
Selanjutnya, Polsek Tebet menyarankan korban mendatangi Polres Jakarta Selatan. Namun dirinya juga mendapat respon yang sama, laporan korban tetap tidak bisa diproses.
"Saya bahkan sampai terhenyak ketika seorang oknum polwan dengan tenangnya menjelaskan bahwa, "Mbak, kasus ini tidak bisa ditindak pidana karena memang harus sesuai dengan ketentuan, harus keliatan alat vital atau sensitif, dan Mbaknya divideoin secara paksa," katanya.
"Karena, kata si polwan lagi, dari bukti video di HP pelaku kami tidak menemukan bahwa ini ada tindakan pelecehan, dan untuk tindakan tidak menyenangkan itu sudah tidak ada di Pasal 335. 'adanya tindakan tidak menyenangkan itu karena ada paksaan dari pelaku' begitu kata si polwan," imbuhnya.
Diakhir ceritanya tersebut korban berpesan untuk seluruh kaum hawa di Jakarta untuk melindungi diri sendiri sebagai perempuan. Karena kita tidak bisa berharap mendapatkan perlindungan dari aparat kepolisian. (ly)