Waspadai Tantrum karena Gawai, Psikolog: Bisa Jadi Tanda Awal Anak Kecanduan
Lifestyle | Jumat, 4 Juli 2025
PIFA, Lifestyle – Psikolog klinis dan keluarga Pritta Tyas, M.Psi, mengingatkan bahwa anak yang mengalami tantrum ketika dijauhkan dari gawai bisa jadi sedang menunjukkan gejala awal kecanduan atau adiksi. Hal ini disampaikan dalam diskusi yang digelar di Jakarta pada Kamis (3/7) malam.
“Harus ada yang dibetulkan dulu, berarti mungkin dia udah ada tanda-tanda adiksi, kalau sampai tantrum,” ujar Pritta, lulusan Universitas Gadjah Mada.
Menurut Pritta, kecemasan yang muncul saat anak tidak memegang gawai adalah gejala adiksi. Tanda lainnya termasuk kehilangan minat terhadap aktivitas yang biasa disukai dan kebingungan mencari kegiatan selain bermain ponsel. Ia menambahkan, kebiasaan ini biasanya muncul karena anak kekurangan gerak dan kurang bermain di luar ruangan.
Faktor lainnya, kata Pritta, bisa berasal dari pola pengasuhan. “Orang tuanya mungkin kurang mendampingi atau terlalu kecil usia ketika dikasih gawai,” tambahnya.
Untuk mengatasi kondisi ini, Pritta menyarankan agar orang tua berani mengambil gawai dari anak jika tanda-tanda adiksi muncul. Saat anak mengalami tantrum, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah memastikan keamanan anak, lalu menemaninya dengan sabar.
“Validasi emosinya, contohnya ‘mama tahu, papa tahu kamu marah, tapi sekarang waktunya udah habis’. Tunggu sampai dia lebih tenang, baru nanti tawarkan minum atau mau mengeringkan badan,” jelasnya.
Batasan Usia dan Penggunaan Gawai
Pritta menyarankan agar anak mulai dikenalkan dengan konten digital minimal pada usia 3 tahun, dengan durasi 15 menit per sesi dan maksimal 1 jam per hari. Anak baru diperbolehkan bermain gawai pada usia 4–5 tahun, sedangkan kepemilikan gawai sebaiknya baru diberikan di usia 8–9 tahun.
“Pada usia tersebut anak sudah mulai sekolah dan membutuhkan perangkat pribadi untuk tugas-tugasnya,” katanya.
Peran Orang Tua dalam Mencegah Kecanduan
Sebagai upaya pencegahan, Pritta menekankan pentingnya peran orang tua untuk menawarkan kegiatan alternatif yang tidak melibatkan layar, seperti bermain di luar ruangan. Ia juga menyarankan penggunaan fitur kontrol orang tua (parental control) dan menetapkan aturan yang jelas dalam penggunaan gawai.
“Harus ada kesepakatan bahwa misalnya gawai ini tidak dibawa ke dalam kamar, hanya boleh digunakan di ruang keluarga atau di kamar orang tuanya, dan batas penggunaan maksimal pada jam berapa,” tuturnya.
Pritta yang juga merupakan salah satu pendiri BN Montessori ini menegaskan bahwa pendampingan orang tua sangat penting dalam menjaga keseimbangan penggunaan teknologi oleh anak agar tidak berdampak negatif terhadap perkembangan mental dan emosional mereka.